Analisis Organisasi dan Gagasan Kebangsaan dalam Tradisi Nahdlatul Ulama
Oleh: Saiful Anam
Ketua PC Pagar Nusa Kabupaten malang
Dalam percakapan panjang dengan Ketua PC Pagar Nusa Kabupaten Malang, muncul satu gagasan sentral yang relevan bagi organisasi mana pun: kemajuan hanya mungkin dicapai ketika kepentingan pribadi, kepentingan golongan, dan kepentingan organisasi dapat ditata secara tepat dan proporsional.
Ia menegaskan:
“Kekuatan pendekar tidak hanya di tangan. Kekuatan sejati lahir dari kemampuan menertibkan diri dan menata kepentingan demi marwah organisasi.”
Gagasan ini tidak hanya relevan bagi Pagar Nusa, tetapi bisa dibaca sebagai kritik tajam terhadap gejala umum di organisasi modern yang sering terseret pada kepentingan jangka pendek.
- Kepentingan Pribadi: Fondasi Individual yang Harus Ditata
Dalam literatur manajemen organisasi modern, kepentingan pribadi digolongkan sebagai self-interest—dorongan alami manusia untuk berkembang.
Di Pagar Nusa, hal ini tampak dalam bentuk:
ambisi pencapaian prestasi,
pengembangan keahlian,
pencarian jejaring,
dan upaya meningkatkan kapasitas diri.
Namun Ketua PC mengingatkan bahwa kepentingan pribadi harus berjalan di dalam pagar akhlaq.
“Dalam tradisi NU, adab lebih tinggi daripada kepandaian. Prestasi itu baik, tetapi ia harus tunduk pada etika.”
Pandangan ini beririsan dengan konsep tazkiyatun nafs dalam tasawuf: penyucian diri sebagai prasyarat naiknya kualitas batin dan keberkahan ilmu.
- Kepentingan Golongan: Realitas Sosial yang Perlu Kendali
Pagar Nusa sebagai jaringan besar memiliki banyak kultur internal: padepokan, aliran pencak silat ‘komunitas latihan, bahkan gaya silat yang berbeda.
Dalam kajian sosiologi organisasi, ini disebut sebagai group interest—potensi kekuatan sekaligus sumber gesekan.
Gus Saiful Anam mengatakan:
“Golongan itu wajar, dinamika itu sehat. Tapi ketika kepentingan golongan menabrak jam’iyyah NU,dan pagar nusa di situlah masalah dimulai.”
Tradisi NU sudah lama menawarkan perangkat nilai untuk menata dinamika ini:
Tawasuth (moderat),
Tasamuh (toleran),
Tawazun (seimbang),
I’tidal (adil dan tegak lurus).
Sementara dalam filosofi Pagar Nusa, golongan diposisikan sebagai bagian dari tubuh besar:
Golongan adalah otot.
Organisasi adalah rangka.
Jika otot bergerak sendiri, tubuh pincang. Jika rangka bergerak tanpa otot, tubuh lumpuh.
- Kepentingan Organisasi: Mandat Kolektif yang Harus Didahulukan
Di atas segala kepentingan terdapat yang paling tinggi: kepentingan organisasi.
Dalam istilah akademik ini disebut institutional interest—kepentingan yang melampaui individu dan kelompok demi keberlanjutan organisasi.
Bagi Pagar Nusa, kepentingan organisasi mencakup:
menjaga marwah dan tradisi NU, melanjutkan amanah para kiai dan masyayikh,
membentuk pendekar berakhlaq,
menjaga keamanan pesantren dan umat,
serta menjadi benteng nilai kebangsaan.
Ketua PC menegaskan:
“Kepentingan Pagar Nusa adalah kepentingan NU. Dan kepentingan NU adalah kepentingan umat serta bangsa.”
Dalam kerangka tasawuf, tingkatan kepentingan organisasi berada di ranah:
akhlaq → ikhlas → mahabbah → taqwa
(urutan peningkatan kualitas batin seseorang yang mengabdi pada nilai lebih besar dari dirinya).
Filosofi Organisasi Pagar Nusa: Sinergi Tiga Kepentingan
Filosofi Pagar Nusa memandang ketiga kepentingan itu bukan sebagai kompetitor, tetapi konstruksi bertingkat.
Kepentingan pribadi adalah tenaga.
Kepentingan golongan adalah arah.
Kepentingan organisasi adalah tujuan.
Tanpa tenaga, langkah terhenti.
Tanpa arah, tenaga salah jalan.
Tanpa tujuan, perjalanan kehilangan makna.
Pagar Nusa menjadi ruang transformasi diri: dari sekadar “kuat” menjadi “bermartabat”.
Dimensi Ke-NU-an: Etika Organisasi dalam Tradisi Sunni Moderat
Nahdlatul Ulama sejak lama memiliki tertib nilai yang jelas dalam menata kepentingan:
- Kemaslahatan umum (mashlahah ‘ammah).
- Menjaga ajaran ulama (hifdzul turats).
- Menghindari kerusakan sosial (dar’u al-mafasid).
- Menegakkan adab sebelum ilmu.
Urutan nilai ini secara filosofis menjadi pedoman arah gerak Pagar Nusa:
organisasi silat yang tak hanya melatih fisik, tetapi membangun etika sosial dan tanggung jawab historis.
Penutup: Jalan Lurus Para Pendekar NU
Di tengah banyak organisasi yang mudah pecah karena ego sektoral, Pagar Nusa menawarkan model kepemimpinan berbasis nilai:
pengendalian diri,
penyucian niat,
harmoni kepentingan,
loyalitas pada jam’iyyah,
dan komitmen pada NKRI.
Pendekar Pagar Nusa tidak hanya dituntut kuat, tetapi juga:
benar, Rangkaian sifat ini adalah sistem etika kepemimpinan yang bersifat kausal:
Sidiq → Amanah → Tabligh → Fatonah
Artinya:
Kebenaran melahirkan kepercayaan,
Kepercayaan melahirkan keberanian menyampaikan,
Penyampaian yang benar melahirkan kecerdasan moral,
Dan seluruhnya membentuk kepemimpinan Aswaja yang stabil, beradab, dan bertanggung jawab sosial.
Dalam tradisi NU, ini bukan sekadar teori akhlaq, tetapi pedoman praktis bagi pemimpin jam’iyyah—agar setiap keputusan organisasi berakar pada kebenaran, dijalankan dengan amanah, disampaikan dengan jernih, dan ditopang kecerdasan hikmah demi kemaslahatan umat.
beradab,
teratur,
dan bermanfaat bagi masyarakat.
Artikel ini sekaligus menjadi pengingat bahwa organisasi tidak tumbuh dengan kekuatan semata, tetapiian—nilai yang menjadi inti ajaran Ahlusunnah wal Jama’ah.



